MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL
(PENGGOLONGAN DAN METODE PENANGANAN PERILAKU ABNORMAL)
Dosen
pembimbing: Esty Aryani Safithry, M.Psi
DISUSUN OLEH
Kelompok 2:
AYU PUTRI NINGSIH 13.21.014872
DWI SRI UTAMI 13.21.014870
MARIA ANITA PL 13.21.014
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas terselesainya makalah ini, sholawat dan
salam tak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
Makalah ini kami susun
dengan tujuan agar menambah pengetahuan tentang definisi Penggolongan
dan Metode Penanganan Perilaku Abnormal, guna menambah wawasan bagi rekan-rekan sesama mahasiswa
sehingga kita mampu untuk berpikir agar menjadi lebih maju.
Terima kasih kepada Ibu
Esty Aryani Safithry, M.Psi selaku dosen pembimbing kami, terima
kasih pula kepada rekan-rekan yang telah berpartisipasi sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, saya menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat saya harapkan. Terimakasih
Palangka Raya,
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................................................
A.
Latar
Belakang
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
Penulisan ..............................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN .........................................................................................................
A.
Penggolongan
Perilaku Abnormal ....................................................................................
B.
Penanganan
Perilaku Abnormal........................................................................................
BAB III : PENUTUP...................................................................................................................
Kesimpulan ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penggolongan
perilaku abnormal sudah ada sejak dahulu kala. Hippocrates menggolongkan
perilaku abnormal atas dasar teorinya tentang cairan tubuh. Walaupun teorinya
terbukti cacat, ia sampai pada sejumlah kategori diagnostik yang umumnya sesuai
dengan yang ada dalam sistem diagnostik modern. Uraiannya tentang melankolia,
sebagai contoh, serupa dengan konsepsi depresi sekarang ini. Sepanjang Abad
Pertengahan, pihak otoritas atau yang berwenang menggolongkan perilaku abnormal
atas penyebab: karena kerasukan setan dan karena sebab-sebab alamiah. Psikiater
Jerman abad ke-19 Emil Kraepelin adalah orang yang dianggap sebagai teoretikus
modern pertama yang mengembangkan model penggolongan yang komprehensif berdasarkan
pada karakteristik-karakteristik pembeda, atau simtom, yang dikaitkan dengan
pola perilaku abnormal. Sistem klasifikasi yang paling umum digunakan saat ini
sebagian besar adalah pengembangan dan perluasan dari karya Kraepelin.
Penggolongan
penting karena penggolongan adalah inti ilmu pengetahuan. Tanpa pemberian label
dan pengorganisasian pola perilaku abnormal, peneliti tidak bisa
mengkomunikasikan penemuan mereka kepada yang lain, dan kemajuan ke arah
pemahaman gangguan akan terhenti. Lebih dari itu, keputusan penting dibuat
dengan didasarkan pada penggolongan. Gangguan psikologis tertentu memberi
respons yang lebih baik pada suatu terapi dibanding pada terapi lainnya atau
berespons lebih baik terhadap suatu pengobatan dibanding pengobatan lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja
penggolongan perilaku abnormal?
2.
Bagaimana
penanganan perilaku abnormal?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
tentang penggolongan perilaku abnormal.
2.
Mengetahui
bagaimana cara menangani perilaku abnormal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGGOLONGAN DAN
ASSESMENT PERILAKU ABNORMAL
Penggolongan
penting karena penggolongan adalah inti ilmu pengetahuan. Tanpa pemberian label
dan pengorganisasian pola perilaku abnormal, peneliti tidak bisa
mengkomunikasikan penemuan mereka kepada yang lain, dan kemajuan ke arah
pemahaman gangguan akan terhenti. Lebih dari itu, keputusan penting dibuat
dengan didasarkan pada penggolongan. Gangguan psikologis tertentu memberi
respons yang lebih baik pada suatu terapi dibanding pada terapi lainnya atau
berespons lebih baik terhadap suatu pengobatan dibanding pengobatan lainnya.
Penggolongan
juga membantu klinisi meramalkan perilaku. Beberapa pola perilaku abnormal,
seperti skizofrenia, boleh dikatakan mengikuti rangkaian perkembangan yang
dapat diramalkan. Penggolongan juga membantu para peneliti mengidentifikasi
populasi dengan pola perilaku abnormal yang serupa. Dengan menggolongkan
sekelompok orang sebagai penderita depresi, peneliti mungkin mampu
mengidentifikasi faktor-faktor umum yang membantu menjelaskan timbulnya depresi itu.
Penggunaan menggunakan metode DSM (Diagnostic and
Statistical Manual Of Mental Disorders). Perlaku abnormal diperlakukan
sebagai tanda – tanda atau simtom – simtom dari patologi yang mendasari yang
disebut dengan ganggan mental.
1.
GANGGUAN KECEMASAN ( ANXIETY )
Adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi.
Tipe - Tipe Gangguan Kecemasan :
a.
Agorafobia
b.
Gangguan panic tanpa agoraphobia
c.
Gangguan panic dengan agoraphobia
d.
Gangguan kecemasan menyeluruh
e.
Fobia Spesifik
f.
Fobia Sosial
g.
Gangguan Obsesif Kompulsif
h.
Gangguan Stress pasca Trauma
i.
Gangguan Stress Akut
2.
GANGGUAN MOOD
Mood adalah kondisi keadaan
yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Orang dengan
gangguan mood akan mengalami gangguan moodyang
luar biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk
berfungsi dalam memenuhi tanggungjawab secara normal.
Tipe – Tipe Gangguan Mood
a. Gangguan Depresi Mayor
b. Gangguan Distimik
c. Gangguan Bipolar
d. Gangguan Siklotimik
3. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Adalah Pola Perilaku atau cara berhubungan dengan
orang lain yang benar – benar kaku.
Kekakuan mereka menghalangi untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan eksternal.
Tipe – Tipe Gangguan Kepribadian
a. Gangguan kepribadian yang ditandai dengan
perilaku aneh.
b. Gangguan kepribadian paranoid.
c. Gangguan kepribadian schizoid.
d. Gangguan kepribadian antisocial
e. Gangguan kepribadian ambang.
f. Gangguan kepribadian histronik.
g. Gangguan kepribadian Narsistik.
h. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif.
4. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat
Penyalahgunaan zat melibatkan pola penggunaan berulang
yang menghasilkan konsekwensi yang merusak. Penyalahgunaan zat dapat berlangsung untuk periode waktu yang panjang dan
meningkat menjadi ketergantungan zat.
5. Gangguan Makan
a. Anoreksia Nervosa dan Bulimia Nervosa
b. Gangguan makan berlebihan atau obesitas
6. Gangguan Identitas
Gender
Adalah bagaimana seseorang
merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita. Identitas gender secara normal
didasarkan pada anatomi gender. Namun pada gangguan identitas gender terjadi
konflik antara anatomi gender seseorang dengan odentitas gendernya
7. Skizofrenia
Adalah gangguan psikologis
yang berhubungan dengan gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan rasa
takut. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat
antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu,
ide yang salah dan konsepsi yang tidak logis.Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal
tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju dunia luar. Orang yang mengidap skizofrenia semakin lama semakin
terlepas dari masyarakat.
8. Gangguan Abnormal Pada Anak dan Remaja
a.
Gangguan Perkembangan Pervasif
Menunjukkan gangguan fungsi dari berbagai area
perkembangan. Gangguan ini menjadi tampak nyata pada tahun – tahun pertama
kehidupan.
b.
Autisme
c.
ADHD
d.
Retardasi Mental
e.
Gangguan Belajar
f.
Gangguan komunikasi
g.
Gangguan Eliminasi
Kriteria
gangguan kecemasan menyeluruh.
1.
Timbulnya
kecemasan yang berlebihan dan kekhawatiran pada hampir setiap hari selama masa
enam bulan atau lebih.
2.
Kecemasan
dan kekhawatiran tidak terbatas pada satu atau beberapa hal atau peristiwa.
3.
Kesukaran
mengendalikan perasaan khawatir.
4.
Kehadiran
sejumlah ciri-ciri yang diasosiasikan dengan kecemasan dan kekhawatiran,
seperti berikut: mengalami kegelisahan atau perasaan resah, menjadi mudah
lelah, mempunyai kesukaran berkonsentrasi atau memiliki pikiran yang kosong,
perasaan mudah marah, mengalami ketegangan otot, mengalami kesukaran tidur atau
tetap tertidur atau mengalami tidur yang gelisah dan tidur yang tidak
memuaskan, Mengalami distres emosional atau hendaya sosial, pekerjaan, atau
bidang-bidang fungsi lain sebagai akibat kecemasan, kekhawatiran, atau simtom-simtom
fisik yang terkait, Kekhawatiran atau kecemasan ini tidak berhubungan dengan
ciri-ciri gangguan lain. Gangguan
bukan merupakan akibat dari suatu penyalahgunaan obat atau suatu kondisi medis
umum dan tidak terjadi dalam konteks gangguan lain.
B.
METODE – METODE
PENANGANAN
Istilah intervensi
merupakan istilah yang saat ini sangat umum digunakan orang untuk menunjuk pada
berbagai macam tindakan yang dimaksudkan untuk memberikan kesembuhan atas
gangguan kejiwaan atau pelurusan atas penyesuaian diri yang salah. Intervensi
juga digunakan dalam berbagai istilah lain yang digunakan untuk membantu orang
yang terganggu secara kejiwaan (psychological disorders) atau memiliki
masalah kejiwaan (psychological problems) dalam kehidupan
sehari-harinya.
Dalam literatur
lama,intervensi dan lain-lainnya itu lebih dikenal dengan nama psikoterapi.
Istilah psikoterapi ini merupakan istilah paling awal dalam psikologi, selaras
dengan dekatnya psikologi pada kedokteran yang memliiki teknik terapan terapi.
Namun, istilah itu lama kelamaan ditinggalkan orang, meskipun dalam praktis
sehari-hari sangat biasa. Freud pada awalnya menggunakan istilah psikoterapi
ini, namun kemudian meninggalkannya dan hanya menggunakan psikoanalisis sesuai
dengan nama teori dan penerapan teorinya.
Disamping
psikoterapi dan psikoanalisis, juga dikenal nama lain, yaitu melatih (coaching),
bimbingan (guidance), konseling, pemberian nasihat (advising),
perlakuan (treatment), dan pengubahan perilaku (behavior
modification).
Yang dimaksud
dengan melatih adalah memberi petunjuk yang berulang-ulang mengenai apa yang
harus dilakukan individual ketika menghadapi masalah-masalah yang tidak mampu
ia tanggulangi. Bimbingan adalah memberi tahu dan petunjuk serta mendampingi
klien dalam memecahkan masalahnya.
Konseling adalah
usaha bantuan yang titik beratnya adalah “menemani” klien untuk menyelesaikan
masalah dengan cara mereflesikan masalah klien sampai timbulnya pemahaman
emosional (emotional insight) dalam diri individu atas
permasalahannya dan kemampuannya untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Pemberian nasihat
adalah memberitahukan mengenai keadaan atau cara yang dapat ditempuh mengenai
masalah yang dialami klien. Perlakuan adalah setiap tindakan yang diberikan
seorang ahli kepada individual dengan maksud untuk menolong individu agar terlepas
dari keadaan terganggu atau terlilit masalah. Pengubahan perilaku adalah setiap
tindakan yang diarahkan pada perilaku yang salah pada seseorang sehingga ia
dapat berfungsi optimal.
Dalam membahas
berbagai perlakuan (treatment) untuk perilaku abnormal, Susan Nolen
Hoeksema, mengemukakan pendekatan perlakuan yang biasa diberikan terhadap
mereka yang mengalami gangguan kejiwaan atau abnormalitas yaitu perlakuan
biologis (biological treatments), dan terapi-terapi psikologi (psychological
therapies).
1.
Perlakuan Biologis
Perlakuan biologis hampir seluruhnya melibatkan resep-resep
obat untuk gangguan mental, yang pada umumnya dimaksudkan untuk meredakan
simtom-simtom psikologis dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan neurotransmitter.
Bisa juga obat-obat itu dimaksudkan mengkompensasikan deficit struktural
didalam otak atau akibat dari abnormalitas genetik. Pada dasarnya, obat-obat
yang digunakan untuk psikopatologi didasari oleh biologi dalam bentuk usaha
menentang proses terjadinya psikopatologi.
·
Obat-obat Antipsikotis
Medikasi antipsikotis menolong
meredusir pengalaman-pengalaman perseptual yang tidak realistis,
keyakinan-keyakinan yang tidak sebenarnya, dan simtom-simtom psikosis lainnya.
Permulaan penanganan dengan obat modern biasanya dipikirkan berhubungan dengan
ditemukannya kholrpromazin, yang saat ini biasa digunakan untuk
menangani simtom-simtom psikosis (Valenstein, 1998 dalam Hoeksema, 2004).
Gejala psikosis sendiri meliputi kehilangan sentuhan realitas, halusinasi
(pengalaman perseptual yang tidak nyata), dan delusi (fantastic, keyakinan
tidak nyata). Juga diketahui bahwa khlorpromazin juga dapat menurunkan
agitas, eksitasi, konfusi, dan paranoia pada pasien psikotik. Turunan khlopromazin
ini merupakan suatu neuroleptic, yang menunjukkan bahwa obat ini
menekan aktivitas system syaraf. Di Amerika Serikat, kelompok obat ini dikenal
dengan nama Thorazin. Juga yang berhasil dalam pemasaran, khlorpromazin
yang ditemukan Paul Janssen, butyrophenone.
Obat-obat
antipsikotik merupakan penemuan yang dapat mengubah pandangan psikosis sebagai
penyakit yang penderitanya selama-lamanya harus tinggal di rumah sakit jiwa dan
tidak dapat dikendalikan.
·
Obat-obat Antidepresan
Seperti kita
ketahui, bahwa obat-obat antidepresan membantu mengurangi simtom-simtom
depresi, seperti kesedihan, rendahnya motivasi, dan gangguan tidur dan makan.
Obat-obat ini ditemukan secara kebetulan seperti juga obat-obat antipsikotik
(Valenstein, 1998 dalam Hoeksema, 2004). Jean Dealy menemukan bahwa isoniazid
dan iproniazid dapat berfungsi sebagai antidepresan ialah obat-obat yan g dapat
menangani simtom-simtomdepresi.
Sebelumnya telah dikemukakan pula monoamine oxidase inhibitors (MAOls)
yang dikenal dengan merek dagang Nardil dan Parnate.
Obat-obat ini telah memperlihat keefektifannya dengan cara menghambat enzim monoamine
oxisade, sehungga mampu meningkatkan taraf sejumlah neurotransmitter,
seperti neropinefrin.
Obat penenang lainnya antara lain Lithium, yaitu suatu unsur metalik
yang ada di laut, dalam natural springs, dan pada jaringan binatang atau
tumbuhan. Lithium merupakan zat antikonsulvan dan penghambat saluran kalsium (calcium
channel blockers) yang membantu mengurangi mania.
·
Obat Antikecemasan
Barbiturat dan benzodiazepine membantu mengurangi rasa cemas
dan insomania serta mampu menekan system syaraf pusat dan mengurangi aktivitas
berbagai tipe neuron. Obat-obat ini efektif untuk melahirkan relaksasi dan
tidur, juga benar-benar adiktif, namun akan menyebabkan simtom-simtom ancaman
kehidupan, seperti meningkatnya denyut nadi, delirium, dan konvulsi.
·
Terapi Elektrokonvulsif
ETC adalah sati seri penanganan di mana serangan otak
diinduksikan dengan cara pengaliran listrik melalui otak pasien. Sebelum
dilakukan, pasien diberi anestesi dan ototnya direlaskan aga tidak cidera.
·
Psikosurgeri (Psychosureary)
Pada masa prehistori, para ahli masa itu melakukan apa yang
disebut therahining untuk menangani penderita gangguan mental.
Therapining ini adalah semacam bedah otak. Pada masyarakat modern, usaha ini
akhirnya dikembangkan oleh neurolog Portugis, Asntonio de Egas Moniz pada tahun
1935. Dalam hal ini bagian depan otak, frontal lobus, menderita dari
pusat bagian bawah otak pada pendeita psikosis. Prosedur ini akhirnya
berkembang menjadi prosedur yang disebut prefrontal lobotomy.
2.
Terapi-terapi Psikologis
Yang paling terkenal psikodinamika yang memusatkan perhatian pada usaha membuka
dan menyelesaikan konflik-konflik yang tidak disadari. Teori psikodinamik menolong
klien mendapatkan pemahaman kedalam motif dan konflik-konflik tak sadar,
melalui analisis asosiasi bebas, resistensi-resistensi, impian-impian dan
transferensi.
Terapi humanistik menolong klien mengeksplorasi nilai-nilai dan
potensial-potensial pribadinya sendiri dan memuaskan potensialnya lebih lengkap
dengan mempersiapkan relasi yang lebih hangat dan suportif.
Terapi-terapi perilaku berusaha untuk membentuk kembali perilaku maladaptif
orang. Terapi ini menolong klien menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak
dikehendaki atau mengajari klien perilaku yang baru dan lebih dikehendaki
dengan teknik-teknik seperti desensitisasi sistematis atau pembentukan respons.
Terapi kognitif berusaha untuk mengubah cara berpikir maladaptif seseorang
dengan menantang pemikiran-pemikiran irasional dan belajar keterampilan baru.
·
Terapi-terapi Psikodinamis
Terapi
ini memusatkan diri pada usaha membuka dan menyelesaikan konflik-konflik tak
sadar yang melahirkan simtom-simtom psikologis. Tujuannya adalah menolong klien
menemukan cara-cara maladaptif yang telah mereka coba untuk meneyelsaikan
sumber-sumber konflik tak sadar mereka. Pemahaman ini membebaskan klien dari
cengkraman masa lalu dan memberi mereka pemahaman agensi dalam membuat
perubahan di masa kini (Vakoch & Strupp, 2000). Tujuan ini adalah membantu
klien mengintegrasikan aspek-aspek kepribadian mereka yang telah retak atau
menolak ke dalam pemahaman diri yang utuh.
Transferensi klien terhadap terapis adalah juga kunci terhadap konflik dan
kebutuhan tak sadar. Transferensi terjadi jika berkaitan dengan seseorang yang
penting dalam perkembangan awal klien, seperti ayah dan bundanya. Misalnya,
klien menemukan dirinya bereaksi terhadap kemarahan atau ketakutakan yang
sangat mendalam jika seorang terapis hanya beberapa menit setelah perjanjian,
dan hali ini dapat menjadi dasar secara emosional ditinggalkan orang tua saat
kecil. Terapis dapat menunjuk cara-cara klien berperilaku yang menampilkan
trasferensi dan kemungkinan klien mengeksplorasi akar perilakunya dalam
relasinya dengan orang penting lain.
Pada
sebagian orang, isu kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) adalah
inti dari diskusi-diskusi tentang penilaian. Isu-isu teknis adalah hal penting
dalam mempertimbangkan semua bentuk penilaian termasuk yang terjadi setiap hari
di dalam kelas (AERA, APA, dan NCNM, 1999). Meskipun prinsip-prinsip yang
dianut sama namun secara operasional tampak ada perbedaan berdasarkan pada
tujuan penilaian sumatif dan formatif.
Isu tentang
validitas mengarah pada apakah penilaian mengukur atau mengungkapkan apa yang
hendak diukur. Atkin, Black, & coffey (2001) mengatakan bahwa kesahihan
memiliki dimensi termasuk tiga yang akan dibahas yakni kesahihan isi (content
validity), kesahihan konstruk ( construct validity) dan kesahihan intruksional
(intrutional validity). Kesahihan isi mengacu pada tingkatan dimana suatu
penilaian mampu mengukur area isi yang diharapkan. Kesahihan konstruk mengacu
pada tingkatan dimana penilaian mengukur konstruk teori atau kemampuan yang
diharapkan. Suatu penilaian menggambarkan kesahihan instruksional, apabila
materi atau isi sepadan dengan apa yang benar-benar diajarkan.
Penilaian
memerlukan tujuan yang sepadan dan jelas ketika mengumpulkan data, para guru
dan para siswa perlu mempertimbangkan jika informasi menunjukkan dengan teliti
apa yang mereka inginkan untuk diringkas, sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan dan mencerminkan setiap konsekuensi social yang sengaja sebagai hasil
dari penilaian. Penilaian formatif yang tidak valid dapat menuju kepada
tindakan koreksi atau salah, atau tindakan yang lalai dimana hal tersebut
justru diperlukan.
1. Ciri Umum dan Interpretasi Validitas
Para ahli
psikometri telah menetapkan kriteria bagi suatu alat ukur psikologis untuk
dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi
yang sesuai dengan tujuan diadakannya suatu pengukuran, kriterianya valid dan
reliabel. Sifat reliabel dan vilid diperhatikan oleh tingginya reabilitas dan
validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak realibel atau tidak
vilid akan memberikan informasi yang keliru mengenai keadaan subjek atau
individu yang dikenai tes itu.
Validitas
didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukuran.
Tes hanya dapat melakukan fungsinya dengan cermat kalau ada sesuatu yang
diukurnya, untuk dikatakan vilid tes harus mengukur sesuatu dan melakukan nya
dengan cermat (Mardapi, 2004) Penekanan definisi tersebut terletak pada
seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya sehingga memberikan
hasil ukur sesuai dengan yang hendak diukur.
Sifat vilid
memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai
yang sungguhnya dari apa yang kita inginkan, jika pada suatu kesempatan kita
ingin memperoleh tinggi suatu meja, penggaris merupakan alat ukur yang vilid
karena dengan alat ini kita akan dapat hasilnya.
Menggunakan
alat ukur yang memang berfungsi mengukur sesuatu aspek tetapi tidak dapat
menghasilkan hasil ukur teliti akan menimbulkan varians kesalahan. Suatu alat
ukur yang validitasnya kecil sehingga kita dapat percaya bahwa angka yang dihasilkan
merupakan angka yang sebenarnya. Inilah yang dalam classical true socre
theory yang artinya validitas instrinsik yaitu akar kuadrat rasio varians
skor murni dan varians skor tampak atau akar kuadrat reabilitas,
Perlu
dipahami sebetulnya melakukan validitas terhadap interpretasi data yang
diperoleh oleh prosedur tertentu (Cronbach,1971) dalam kaitan dengan itu.
Messick (Atkin, Black & coffey, 2001) menawarkan perspektif lain mengenai
validitas definisinya dengan suatu pengujian tentang penggunaan data penilaian
dan dari sana diperoleh persyaratan teknis. Validitas digambarkan sebagai
“suatu” penetapan evaluasi terintegrasi tentang derajat bukti empiris dan dasar
teoritis yang mendukung ketercakupan dan kesesuaian tindakan dan kesimpulan
yang berdasarkan pada skor tes atau model-model lainnya.
Jadi,
validitas didalam pandangannya adalah suatu property yang sangat penting
dan berguna dibandingkan penilaian nyata. Messick (Atkin, Black & Coffey ,
2001) menekankan pada penggunaan dari validitas pada pentingnya
mempertimbangkan konsekuensi social: “ Validitas tes dan nilai social terjalin
dan bahwa konsekuensi dari evaluasi yang sengaja dan yang tidak disengaja pada
beberapa ujian terintegrasi dengan pengesahan-pengesahan tes, penafsiran dan
penggunaan”
2. Jenis Validitas
1. Validitas isi (Content
Validity)
Content
Validity (validitas isi) suatu tes harus
menjawab pertanyaan “sejauh mana butir-butir tes itu mencakup keseluruhan
kawasan yang ingin diukur oleh tes tersebut”.Prosedur validasinya tidak melibatkan
perhitungan statistik apapun. Terdapat dua macam tipe content validity, yaitu face
validity dan logical validity.
Face
Validity tercapai apabila pemeriksaan
terhadap item-item tes memberi kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur aspek
yang relavan. Dasar penyimpulannya lebih banyak diletakkan pada common sense
atau akal sehat. Validitas tipe ini tentu tidak menjadi hal yang perlu
dirisaukan apabila suatu tes telah terbukti valid lewat pengujian validitas
tipe lain yang lebih dapat diandalkan. Dapatlah dikatakan bahwa face
validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya.
Logical
validity disebut juga sampling validity. Tipe
validitas ini menuntut batasan yang seksama terhadap kawasan (domain) perilaku
yang di ukur dan suatu desain logis yang dapat mencakup bagian-bagian kawasan
perilaku tersebut. Sejauh mana tipe validitas ini telah terpenuhi dapat dilihat
dari cakupan butir-butir yang ada dalam tes. Logical Validity sangat
penting artinya, salah satu cara agar tuntutan validitas ini dapat terpenuhi
adalah dengan menyusun suatu perencanaan isi tes menurut blue print yang
disandarkan pada rencana pelaksanaan pelajaran atau program latihan yang akan
diujikan. Blue print tes dapat membantu agar penulisan butir tidak
meninggalkan hal penting yang harus ada dalam tes dan sekaligus menjaganya agar
tetap berada dalam batas cakupan isi yang relavan.
2. Validitas Konstruksi
(Construct Validity)
Construct
Validity (validitas konstruk) menunjukkan
sejauh mana suatu tes mengukur konstruk teori yang menjadi dasar penyusunan tes
itu. Pengukuran validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut
sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait (sifat) yang di ukur.
Prosedur
pengujian validitas konstruk berangkat dari hasil komputasi interkorelasi
diantara berbagai hasil tes dan kemudian diikuti oleh analisis lebih lanjut
terhadap matriks korelasi yang diperoleh, melalui berbagai metode. Diantara
metode yang sering digunakan adalah metode multitrait-multimethod dan analisis
factor.
Campbell dan Fiske (1959) mengembangkan satu pendekatan untuk menguji validitas
konstruk yang disebut multitrait-multimethod. Validasi dengan multitrait-multimethod
digunakan dengan menggunakan lebih dari satu macam metode untuk mengukur
lebih dari satu macam trait. Suatu contoh perhitungan validitas dengan
pendekatan ini dikemukakan oleh Alen dan Yen (Azwar, 2005) dengan mengandaikan
adanya dua trait, yaitu sifat Introversi dan Neurotisme, yang masing-masing
diungkap oleh dua macam metode, yaitu pertama metode jawaban ya-tidak (YT) dan
kedua metode pilihan ganda (PG).
3. Validitas Ada
sekarang (Concurrent validity)
Validitas
“ada sekarang” lebih dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Dalam hal
ini tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal
yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada
sekarang,concurrent). Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan
suatu kriterium atau alat pembanding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang
dibandingkan. Misalnya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang
disusun sudah valid atau belum. Untuk ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu
yang sekarang datanya dimiliki (misalnya ulangan harian atau nilai ulangan
sumatif yang lalu).
4. Validitas Ramalan (predictive
validity)
Sebuah tes
dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai
kemampuan untuk meramalkan apa yang kan terjadi pada masa yang akan datang.
Contohnya: tes perguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu
meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah di masa yang akan
datang. Calon yang tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan
tinggi-rendahnya kemampuan mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu
manjamin keberhasilannya kelak. Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus
karena memiliki nilai tes yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu
mengikuti perkuliahan yang akan datang. Sebagai alat pembanding validitas
prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti
pelajaran di Perguruan Tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes
lebih tinggi gagal dalam ujian semester I dibandingkan dengan yang dulu nilai
tesnya lebih rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas
prediksi.
3. Reabilitas Asesmen
a) Ciri Umum Reabilitas
Sifat
reliabel (keterandalan) dari sebuah alat ukur berkenaan dengan kemampuan alat
ukur tersebut memeberikan hasil yang konsisten dan stabil. Jika kita mengukur
panjang sebuah meja kayu dengan menggunakan sebuah meteran berulang-ulang, baik
dalam tenggang waktu yang singkat maupun tenggang waktu yang lama, maka hasil
ukur kita dapat dipastikan selalu menunjukkan angka yang sama selama panjang
meja tersebut belum berubah. Kita katakan meteran tersebut reliabel, atau
konsisten, atau dapat diandalkan, atau stabil.
Hal yang
berbeda akan kita jumpai jika kita ingin melakukan pengukuran aspek psikologis
dan sosial. Misalnya dalam pengukuran terhadap motivasi, minat,
intelegensi,sikap masyarakat mengenai suatu hal, kecendrungan mendapat
kecelakaan, sifat kepemimpinan, dan lai sebagainya. Aspek sosial psikologis
demikian tidak dapat diukur dengan kepastian dan konsistensi yang tinggi karena
hasil ukurnya tidak dapat lepas dari pengaruh hal-hal yang tidak relavan di
luar maksud pengukuran.
Reabilitas
alat ukur dan reliabilitas hasil ukur biasanya dianggap sama. Namun
penggunaannya masing-masing perlu diperhatikan (Azwar, 2004). Konsep
reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat dengan kesalahan
pengukuran (error of measurement). Kesalahan pengukuran merujuk pada
sejauhmana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila pengukuran dilakukan
beberapa kali pada kelompok subjek yang sama. Sedangkan konsep reliabilitas
dalam arti hasil pengukuran berkaitan erat dengan kesalahan dalam pengambilan
sampel (sampling error) yang merujuk pada inkonsistensi hasil pengukuran
apabila pengukuran dilakukan pada kelompok subjek yang berbeda.
Oleh karena
itu, reliabilitas alat ukur atau hasil pengukuran sering disamakan dengan consistency,
stability atau dependability, yang pada prinsipnya menunjukkan
sejauhmana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif sama bila
dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama pada waktu yang berbeda.
b) Asumsi dan Interprestasi
Skor adalah
nilai yang diberikan dari hasil jawaban peserta tes terhadap pertanyaan dalam
dalam tes tersebut, dan merupakan representasi dari suatu atribut laten. Skor
Kuantitatif yang langsung diperoleh dari hadil pengukuran dan belum diolah
merupakan skor amatan (observed scores) yang selanjutnya kita sebut dengan X.
C. Faktor yang berpengaruh terhadap
Reliabilitas
Menurut
Agung (2010), ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi realibilitas suatu
tes, yaitu panjang tes, karakteristik peserta tes, dan proses penyelenggaraan
tes.
1)
Panjang tes (banyak sedikitnya butir tes)
Semakin
panjang tes, maka reliabilitasnya juga akan semakin tinggi. Salah satu cara
untuk meningkatkan reliabilitas dengan penambahan butir tes adalah dengan
penambahan butir tes, yaitu sebagai berikut.
Dengan keterangan
:
r
= koefisien realibilitas
= koefisien
reliabilitas setelah butir tes ditambahkan
n
= ratio penambahan butir (jumlah butir akhir dibagi jumlah butir awal)
2)
Karakteristik peserta tes
Tes yang
diujicobakan kepada kelompok yang diambil secara acak (random), akan
menunjukkan reliabilitas yang lebih besar daripada yang di uji cobakan pada
kelompok yang tidak diacak.
3)
Proses penyelenggaraan
Reliabilitas
suatu tes juga dapat dipengaruhi oleh faktor proses penyelenggaraan yaitu dapat
dilihat dari kejelasan petunjuk pengerjaan tes, ketertiban pengawas tes, dan
suasana lingkungan dan tempat tes.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Penggolongan penting karena
penggolongan adalah inti ilmu pengetahuan. Tanpa pemberian label dan
pengorganisasian pola perilaku abnormal, peneliti tidak bisa mengkomunikasikan
penemuan mereka kepada yang lain, dan kemajuan ke arah pemahaman gangguan akan
terhenti. Lebih dari itu, keputusan penting dibuat dengan didasarkan pada
penggolongan. Gangguan psikologis tertentu memberi respons yang lebih baik pada
suatu terapi dibanding pada terapi lainnya atau berespons lebih baik terhadap
suatu pengobatan dibanding pengobatan lainnya.
Konseling adalah usaha bantuan yang titik beratnya adalah
“menemani” klien untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereflesikan masalah
klien sampai timbulnya pemahaman emosional (emotional insight) dalam
diri individu atas permasalahannya dan kemampuannya untuk memecahkan masalahnya
sendiri.
Pemberian nasihat adalah memberitahukan mengenai keadaan
atau cara yang dapat ditempuh mengenai masalah yang dialami klien. Perlakuan
adalah setiap tindakan yang diberikan seorang ahli kepada individual dengan
maksud untuk menolong individu agar terlepas dari keadaan terganggu atau
terlilit masalah. Pengubahan perilaku adalah setiap tindakan yang diarahkan
pada perilaku yang salah pada seseorang sehingga ia dapat berfungsi optimal.
Dalam membahas berbagai perlakuan (treatment) untuk
perilaku abnormal, Susan Nolen Hoeksema, mengemukakan tiga pendekatan perlakuan
yang biasa diberikan terhadap mereka yang mengalami gangguan kejiwaan atau
abnormalitas yaitu perlakuan biologis (biological treatments), terapi-terapi
psikologi (psychological therapies), dan pendekatan-pendekatan social (social
approaches).
DAFTAR PUSTAKA
King, Laura A., 2010. Psikologi Dasar,
Jakarta : Salemba Humanika
Nevid, Jeffrey S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal,
Edisi ke 5. Jakarta: PT. Gramedia
Nevid, Jeffrey S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal,
Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama
http://kusbiantari.blogspot.com/